Kiai Bahar Sidogiri dan Mimpi Basah
Kiai Bahar Sidogiri dan Mimpi Basah
Pada suatu pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu tidak bisa salat subuh berjamaah
Bahar absen salat jamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Pasalnya, semalam Bahar bermimpi tidur dengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar, sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya.
Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap, “Santri kurang ajar! santri kurang ajar!” Para santri yang sudah naik ke masjid untuk salat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu.
Subuh itu Bahar memang tidak ikut salat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid. Seusai salat subuh berjamaah, Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya, “Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” tanya Kiai Kholil.
Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan-kiri mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar.
Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan Bahar dibawa ke masjid.
Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada Bahar seraya berkata, “Bahar, karena kamu tidak hadir salat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini,” perintah Kiai Kholil. Petok adalah sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput.
Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali.
Hukuman itu akhirnya diselesaikan dengan baik. “Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai,” ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati. “Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis,” perintah Kiai Kholil kepada Bahar.
Sekali lagi santri Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah itu Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu.
Setelah itu Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap, “Hei santri, semua ilmuku sudah dicuri oleh orang ini,” ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar. Dengan perasaan senang dan mantap Bahar pulang meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung halamannya. Dan akhirnya menjadi pengasuh Pesantren Sidogiri keenam.
Pada suatu pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu tidak bisa salat subuh berjamaah
Bahar absen salat jamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Pasalnya, semalam Bahar bermimpi tidur dengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar, sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya.
Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap, “Santri kurang ajar! santri kurang ajar!” Para santri yang sudah naik ke masjid untuk salat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu.
Subuh itu Bahar memang tidak ikut salat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid. Seusai salat subuh berjamaah, Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya, “Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” tanya Kiai Kholil.
Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan-kiri mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar.
Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan Bahar dibawa ke masjid.
Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada Bahar seraya berkata, “Bahar, karena kamu tidak hadir salat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini,” perintah Kiai Kholil. Petok adalah sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput.
Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali.
Hukuman itu akhirnya diselesaikan dengan baik. “Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai,” ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati. “Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis,” perintah Kiai Kholil kepada Bahar.
Sekali lagi santri Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah itu Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu.
Setelah itu Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap, “Hei santri, semua ilmuku sudah dicuri oleh orang ini,” ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar. Dengan perasaan senang dan mantap Bahar pulang meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung halamannya. Dan akhirnya menjadi pengasuh Pesantren Sidogiri keenam.
Comments