Rela Dipancung Demi Maulid Nabi
Rela Dipancung Demi Maulid Nabi
Ketika Abuya Sayyid Ahmad mengadakan Maulid besar-besaran, para jamaah berdatangan untuk hadir saat itu. Bukan hanya dari Makkah saja, kaum muslimin dari Madinah dan Thoif juga banyak yang hadir. Dari luar negeri juga banyak yang hadir sehingga ruang aula tidak mampu menampung jamaah hadirin.
Namun sekitar seminggu setelah acara tersebut, Abuya Sayyid Ahmad dipanggil pemerintah. Persis seperti yang dialami Abahnya ( yakni Abuya Sayyid Muhamad ) ketika dipanggil raja (karena mengadakan Maulid Nabi).
Saat pemanggilan, Abuya Sayyid Ahmad memerintahkan untuk menghentikan pelajaran. Siang dan malam hanya disuruh membaca dzikir-dzikir serta bermunajat.
Seluruh santri kelihatan tegang, khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan oleh gurunya tercinta. Maklum, pemerintahan di sana masih sangat anti dengan namanya perayaan Maulid Nabi.
Ketika waktu beranjak siang, Abuya kembali dari tempat raja. Saat itu Abuya berkata kepada para santri-santrinya: ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’
Abuya Sayyid Ahmad menceritakan kejadian saat beliau diinterograsi. Kata Abuya, “Anak-anakku… tadi aku dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengadakan Maulid lagi. Aku jawab mereka dengan jawaban demikian, ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’ (taruhan leherku, aku tidak akan menandatangani)!”.
Beliau kemudian melanjutkan ceritanya, sedang raut wajah para santripun begitu tegang, “Ya aulaadii, kata yang menginterograsi aku tadi, aku masih akan dipanggil lagi. Jika aku tidak lagi bersama kalian, maka tolong teruskan perjuangan ini. Jangan kalian putus perjuangan ini hanya karena tidak ada aku,” begitu dawuh Abuya, yang membuat mata para santri saat itu berkaca-berkaca. Bahkan banyak dari para santri saat itu sampai sesenggukan. Mereka tidak tega dengan apa yang dialami Abuya Ahmad, sekaligus dipenuhi perasaan mencekam.
Sampai sekarang Abuya Ahmad tetap tidak berkenan untuk menandatangani pernyataan yang diminta raja.
Semenjak peristiwa itu, orang-orang sepuh Makkah sering menggelari beliau dengan sebuah istilah, “hadza as syibl min dzak al asad” (anak singa ini dari singa yang itu).
Sungguh keberanian yang menggetarkan semesta. Sungguh kejantanan yang terwarisi dari kakek beliau Habibuna Muhammad SAW.
Ketika Abuya Sayyid Ahmad mengadakan Maulid besar-besaran, para jamaah berdatangan untuk hadir saat itu. Bukan hanya dari Makkah saja, kaum muslimin dari Madinah dan Thoif juga banyak yang hadir. Dari luar negeri juga banyak yang hadir sehingga ruang aula tidak mampu menampung jamaah hadirin.
Namun sekitar seminggu setelah acara tersebut, Abuya Sayyid Ahmad dipanggil pemerintah. Persis seperti yang dialami Abahnya ( yakni Abuya Sayyid Muhamad ) ketika dipanggil raja (karena mengadakan Maulid Nabi).
Saat pemanggilan, Abuya Sayyid Ahmad memerintahkan untuk menghentikan pelajaran. Siang dan malam hanya disuruh membaca dzikir-dzikir serta bermunajat.
Seluruh santri kelihatan tegang, khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan oleh gurunya tercinta. Maklum, pemerintahan di sana masih sangat anti dengan namanya perayaan Maulid Nabi.
Ketika waktu beranjak siang, Abuya kembali dari tempat raja. Saat itu Abuya berkata kepada para santri-santrinya: ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’
Abuya Sayyid Ahmad menceritakan kejadian saat beliau diinterograsi. Kata Abuya, “Anak-anakku… tadi aku dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengadakan Maulid lagi. Aku jawab mereka dengan jawaban demikian, ‘ALA ROQOBATII MA UWAQQI’ (taruhan leherku, aku tidak akan menandatangani)!”.
Beliau kemudian melanjutkan ceritanya, sedang raut wajah para santripun begitu tegang, “Ya aulaadii, kata yang menginterograsi aku tadi, aku masih akan dipanggil lagi. Jika aku tidak lagi bersama kalian, maka tolong teruskan perjuangan ini. Jangan kalian putus perjuangan ini hanya karena tidak ada aku,” begitu dawuh Abuya, yang membuat mata para santri saat itu berkaca-berkaca. Bahkan banyak dari para santri saat itu sampai sesenggukan. Mereka tidak tega dengan apa yang dialami Abuya Ahmad, sekaligus dipenuhi perasaan mencekam.
Sampai sekarang Abuya Ahmad tetap tidak berkenan untuk menandatangani pernyataan yang diminta raja.
Semenjak peristiwa itu, orang-orang sepuh Makkah sering menggelari beliau dengan sebuah istilah, “hadza as syibl min dzak al asad” (anak singa ini dari singa yang itu).
Sungguh keberanian yang menggetarkan semesta. Sungguh kejantanan yang terwarisi dari kakek beliau Habibuna Muhammad SAW.
Comments