SYEKH SUBAKIR SANG WALIYULLAH PENUMBAL TANAH JAWA

SYEKH SUBAKIR SANG WALIYULLAH PENUMBAL TANAH JAWA SANG PENUMPAS DEMIT TANAH JAWA
KISAH PERJANJIAN ANTARA SABDOPALON DENGAN SYEKH SUBAKIR


Konon ada semacam perjanjian antara Sabdopalon sebagai Pamomong (Danyang Gaib) Tanah Jawa dengan Syeh Subakir sebagai penyebar Agama Islam generasi awal di Jawa ini. Tersebutlah kisah tersebut dalam tulisan lontar kuno. Lontar tersebut diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak – tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.

Cerita tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan ( sebuah desa tempat situs Sunan Drajad ).

Kisah diawali dengan adanya persidangan di Istana Kesultanan Turki Utsmania di Istambul yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad I. Persidangan kali ini membahas mimpi Sang Sultan. Menurut Sultan Muhammad, beliu bermimpi mendapat perintah untuk menyebarkan dakwah islamiah ke Tanah Jawa. Adapun mubalighnya haruslah berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.

Maka dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai spesifikasi keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli perubatan, ahli tumbal, dll. Titah dari Baginda Sultan Muhammad kepada mereka adalah perintah untuk mendatangi Tanah Jawa dengan tugas khusus yaitu penyebaran Agama Islam.

Dibawah ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar. Syeh Subakir adalah salah satu ulama yang diutus Sultan Muhammad untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa ini. Adapun keahlian Syeh Subakir adalah dalam bidang membuat danmemasang tumbal. Dialog yang penulis turunkan ini adalah dialog versi imaginer yang penulis olah dari hikayat tersebut dengan sumber bahasa penulis sendiri.

Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.

Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala.  Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.

Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.

Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?

Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan.

Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.

Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama.

Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?

Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.

Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan BudHa yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?

Syeh Subakir : Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?

Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.

Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.

Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.

Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.

Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.

Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.

Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.

Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.

Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.

Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.

Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?

Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya parsi /bangsa timur tengah ibunya bangsa suku jawa. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat – syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.

Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namun jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya.

Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar seratus persen.

Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.

“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Syech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”

 Yang artinya antara lain :

“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Syech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”

Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”

Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.

“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.

Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.

Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.

“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”

Artinya :

Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.

Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).

Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.

Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.

Dengan demikian, mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.

So, masih terbuka lebar untuk penelitian yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.

Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.

*) Catatan :

Keling, dalam wikipedia adalah daerah yang sekarang bernama India (benua Keling), seperti tercantum dalam sejarah melayu.Pada masa ini perkataan ini kebiasaannya merujuk kepada suku bangsa   Dravida termasuk kaum Tamil, Telugu dan Malayalam. Di kawasan yang dulunya Kalinga, penduduknya pada hari ini bertutur dalam bahasa Bahasa Telugu dan Bahasa Oriya.

#mungkin dibawah ini yg masuk aqal bahwa orang jawa turunan nabi sis mbah buyut  brahmana/nabi ibrahim dari sinilah terbagi2 suku dan ras  sebagian jadi bani israel sebagian jadi bani qurais lewat nabi ism'il sebagian suku jawa
Wallohu a'lam monggo yg faham sejarah ditambahi/diralat .

Dalam kitab ikhya'
Yg di terjemahkan oleh pof.kyai haji abdul ghofur pengasuh pp sunan drajat.
Ketika nabi adam di suruh mengawinkan anaknya oleh siti hawa.
Nabi adam kebingungan.
Bagai mana caranya untuk menikahkan anaknya
Yaitu qobil dan habil,iklima dan labudha.
Sedangakan mereka lahir dengan kembaran masing masing.
Menurut siti hawa.
Kembarannya itulah jodohnya.
Menurut nabi adam.
Tidak harus begitu.
Di situlah terjadi pecekcokan antara nabi adam dan siti hawa.
Mereka saling mengklaim bahwa anak adalah sperma dari perempuan,menurut siti hawa.
Menurut nabi adam
Anak adalah sperma dari laki-laki.
Maka
Maka nabi adam meminta petunjuk dari Alloh swt.
Dari sperma siapakah yang menjadi anak.
Maka keduanya mengeluarkan sperma masing" lantas sperma tersebut di letakkan dalam kuali masing" dan di tutup dgn kain putih.
Lantas keduanya berdoa pada Alloh swt.
Kemudian dgn izin Alloh swt.
Kuali yg berisi sperma nabi adam keluarlah bayi laki-laki yg sangat tampan dan rupawan.
Sementara kuali yg berisi sperma siti hawa.
Keluar bau busuk.
Dengan berkata nabi adam,bahwasanya anak adalah sperma dari laki-laki.
Dan sperma siti hawa di suruh membuangnya oleh nabi adam.
Ketika siti hawa membuang spermanya yg berbau busuk sambil menangis.
Di tengah perjalan di hadang oleh seorang kakek tua,jelamaan iblis.
Iblis bertanya pada siti hawa,
Kenapa engkau menangis.
Siti hawa menceritakan apa yg telah berlaku.
Lantas iblis meminta sperma siti hawa yg berbau busuk tersebut.
Untuk di sihir di jadikan bayi laki"yg serupa dgn bayi nabi adam.
Lalu siti hawa membawa pulang bayi sihiran iblis tersebut.
Karna kedua bayi tersebut sangat mirip dan serupa.
Menginjak remaja,nabi adam tidak bisa lagi membedakan mana anaknya dan mana anak suhiran iblis.
Maka nabi adam membuat persyaratan kepada kedua remaja tersebut,siapa yang tahu syurga,maka itulah anak nabi adam yg sebenarnya.
Kemudian kedua remaja tersebut pergi mencari syurga.
Yg anak dari nabi adam pergi ke utara dan anak sihiran iblis ke selatan.
Di tengah perjalan anak nabi adam di jumpai oleh malaikat jibril.
Malaikat bertanya,kenapa engkau manangis?
Remaja tersebut menceritakan apa yg telah di pesankan oleh bapaknya yaitu nabi adam.
Lantas malaikat jibril memberitahukan gambaran syurga.
Dan remaja tersebut pulang cerita pada nabi adam.
Nabi adam berkata,engkaulah anak aku yg sebetulnya.
Bagaiman dgn anak sihiran iblis.
Mereka di tengah perjalan di jumpai seorang kakek tua dan bertanya?
Kenapa engkau menangis.
Anak sihiran iblis pun menceritakan apa yg di pesankan oleh nabi adam.
Lantas kakek tua tersebut menceritakan gambaran syurga,dan menyuruh pulang.
Sesampai di rumah.
Kedua remaja tersebut bercerita tentang gambaran syurga.
Anehnya,cerita kedua remaja tersebut pas dan serupa bagaimanah indahnya syurga yg pernah di diami oleh nabi adam dahulu.
Kemudian nabi adam membuat sandiwara lagi kepada kedua remaja tersebut.
Dan sandiwara yg kedua.
Siapa yg bisa menghitung tangga syurga itulah anak aku,
Kata nabi adam,maka kedua remaja tersebut pergi dan mencarinya.
Ditengah perjalan,anak nabi adam di jumpai oleh malaikat jibril dan malaikat jibril menceritakan pada remaja tersebut dan menyuruh pulang untuk menceritakan pada nabi adam.
Dan remaja tersebut menceritakan tangga syurga pada nabi adam.
Nabi adam berkata engkau memang anak aku.
Bagaimana pula dengan remaja sihiran iblis tersebut.
Di tengah perjalanan,mereka di jumpai kakek tua jelmaan iblis.
Iblis bertanya kenapa engkau menangis.
Remaja tersebut menceritakan apa yg di sampaikan oleh nabi adam.
Klo nggak tahu maka tidak di akui anaknya nabi adam.
Lantas iblis menceritakan tentang tngga syurga.
Dan menyuruh pulang untuk di sampaikan kepada nabi adam.
Sesampainya di rumah,kedua remaja tersebut menceritakan tentang tangga"syurga.
Anehnya dari cerita kedua remaja tak satupun yg berbeda.
Cerita keduanya persis dan sama.
nabi adam semakin bingung untuk menentukan yg mana satu anaknya.
Kemudian nabi adam memohon pertolongan kepada Alloh swt.
Dan Alloh swt mengutus malaikat jibril untuk menemui nabi adam.
Dan nabi adam bercerita kepada malikat jibril apa yg sedang di alaminya.
Kemudia malaikat jibril berkata kepada nabi adam.
Suruh anak engaku membaca tulisan di pintu syurga.
Karna di pintu syurga ada tulisan LAILLAHA ILLOLLOH MUHAMMADUROSULULLOH.
Kemudia nabi adam memanggil kedua anak remajanya.
dan ini sandiwara yg terakhir.
Nabi adam berkata pada kedua anaknya,menyuruh pergi ke syurga untuk membaca tulisan yg ada pada pintu syurga.
Sepertimana yg di sampaikan oleh malaikat jibril tersebut.
Dan nabi adam berkata jika engkau tak bisa jangan engkau pulang ke rumah.
Maka ke dua remaja tersebut pergi ke syurga untuk membaca ada tulisan apa di pintu syurga.
Anak nabi adam di tengah perjalan di jumpai oleh malikat jibril
Dan memceritakan pada remaja tersebut,bahwa di pintu syurga ada tulisan LAILLAHAILLOLLOH MUHAMMADUROSULULLOH.
Dan menyuruh mereka pulang untuk menyampaikan pada nabi adam bapaknya.
Lantas bagaimana dgn remaja sihiran ibllis tersebut.
Di tengah perjalanan mereka di jumpai oleh kakek tua jelmaan iblis sembari bertanya?
Ada apalagi wahai anak muda.
Mereka menceritakan apa yg di sampaikan oleh nabi adam dan jika tidak bisa maka kami tidak boleh pulang.
Inilah yg membuat iblis tidak bisa memberitahukannya.
jika iblis membaca tulisan tersebut.
Maka iblis akan masuk islam.
Maka iblis tidak bisa menolongnya lagi dan remaja tersebut hidup bersama iblis dan tidak pulang lagi ke rumah nabi adam as.
Inilah kuasa Alloh swt dgn izinnya,nabi sis lahir dari sperma laki" nabi adam tanpa ibu.
Dan sebaliknya nabi isa lahir dari seorang perempuan siti mariam tanpa bapak.
Maka sis yg sihiran iblis banyak yg menyebut sanghyang sis.
Bukan nabi sis.
Tapi yg dari sperma nabi adam banyak kyai yg menyebutnya nabi sis.
Wallohua'lam.....

dari BERBAGAI SUMBER .wallohu a'lam

Comments