PERAN MBAH KYAI SUBKHI MEREBUT KEMERDEKAAN RI
PERAN MBAH KYAI SUBKHI MEREBUT KEMERDEKAAN RI
Peran serta kyai dan ulama N U dalam merebut kemerdekaan di Indonesia tidaklah bisa dinilai kecil. Ada banyak hal yang dilakukan oleh mereka. Diantaranya adalah mendoakan dan membantu para pejuang, dan langsung ikut berjuang dengan bersenjatakan bambu runcing.
Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini banyak digunakan dan telah menjadi senjata massal pada masa perang kemerdekaan dalam melawan penjajah. Dalam masa perang kemerdekaan senjata tradisional banyak sekali yang digunakan dalam melawan senjata modern milik penjajah.
Sebelum digunakan ke medan pertempuran, bambu runcing “disepuh” dulu oleh para kyai, seperti Mbah Kyai Subkhi di Parakan Temanggung yang memberikan bekal berupa doa kepada para pejuang sambil berbaris dengan bambu runcingnya masing-masing.
Seperti yang diceritakan oleh KH. Istakhori Sam’ani, para pemuda hizbullah (tentara / lasykar santri) dan BKR (Badan Keamanan Rakyat) berbondong-bondong datang menghadap Mbah Kyai Subkhi untuk memohon gemblengan dan wejangan. Salah satu metode yang digunakan adalah meniupkan di pucuk bambu runcing dengan membaca ayat Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 17 dibaca 3 kali tanpa bernafas. Sebelumnya para pejuang dituntun untuk membaca syahadatain. Setelah mendapatkan wejangan dan berdoa mohon perlindungan dari Allah SWT, mereka juga diberi ijazah doa oleh Mbah Kyai Subkhi, adapun doanya adalah sebagai berikut : BISMILLAHI BIAUNILLAHI 3x, ALLAHU YA HAFIDZU 3x, ALLAHU AKBAR 3x, ILAHANNA YA SAYYIDANA ANTA MAULANA ‘ALAL QAUMIL KAFIRIN.
Menurut riwayat yang pernah di sampaikan oleh KH. Muhaiminan Parakan, kegiatan penyepuhan pada awalnya ditempatkan di kediaman KR. Sumomihardho, karena membludaknya pejuang yang datang ingin meminta wejangan dan “ngalab” berkah doa, maka tempat tersebut tidak lagi dapat menampung orang yang ingin menyepuh bambu runcing, kemudian tempatnya dipindahkan ke rumah Mbah Teguh yang saat itu berfungsi sebagai gedung BMT di jalan Masjid Kauman Parakan.
Karena masih juga tidak mampu menampung dan melayani sendiri orang yang datang, maka KR. Sumomihardho mengadakan musyawarah dengan para kyai sepuh dirumah KH. Abdurrahman Karang Tengah Parakan. Yang hadir saat itu adalah para kyai yang diyakini memiliki ilmu hikmah, diantaranya : KH. Mandhut dari Kauman Temanggung, KH. Subkhi, KH. Abdurrahman, Kyai Ali dan KR. Sumomihardho sendiri.
Dalam musyawarah tersebut berhasil memutuskan tentang pembagian tugas yang harus diemban para kyai. KH. Abdurrahman bertugas memberi “asma” nasi yang diberi gula pasir untuk kekebalan, Kyai Ali memberi asma air berani untuk keberanian dan menghilangkan keletihan. Air tersebut diambil dari sumber Gunung Jaran desa mergowati Kedu Temanggung dan dicampur air bersih dari sumur belakang rumahnya Kyai Muhammah Ali sebelah timur pondok pesantren Zaidatul Ma’arif Kauman. KH. Subkhi kemudian memberikan doa Bismillahi biaunillahi 3x, Allahu ya hafidzu 3x, Allahu Akbar 3x, KR. Sumomihardho menyepuh bambu runcing, memberikan petuah, doa-doa dll.
Kyai Ali dan KH. Nawawi menghadap KH. Siradj Payaman Magelang dan KH. Dalhar Watucongol Muntilan guna meminta berkah pangestu. KH. Siradj Payaman memberikan tambahan doa ilahanna ya sayyidana anta maulana ‘alal qaumil kafirin 3x. KH. Watucongol memberikan doa Allah hafidhun qodimun azaliyyun hayyun qoyyumun wala yamut 3x dibaca pagi dan sore.
Diantara para pejuang yang datang ke Temanggung saat itu adalah Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah saat itu, Pangliman Besar Jenderal Soedirman sebelum pergi berperang dalam pertempuran Palagan Ambara juga melakukan hal serupa.
Dalam catatan KH. Saefudin Zuhri (1947), KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur pernah juga datang, dalam pertemuan itu Mbah Kyai Subkhi menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqom itu. Saat mendengar itu, tegarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin akan keikhlasan sang kyai. KH. Wahid Hasyim menguat hati Mbah Kyai Subkhi dan mengatakan “APA YANG BAPAK LAKUKAN ITU SUDAH BENAR DAN MEREKA SUDAH MENDAPAT APA YANG MEREKA INGINKAN. MEREKA JADI TAMBAH BERANI DALAM PERJUANGAN, DAN INI SANGAT PENTING. APA YANG BISA SAYA SAMPAIKAN PADA MEREKA?” tanya KH. Wahid, kemudian Mbah Kyai Subkhi merespon, “LURUSKAN NIAT UNTUK MEMPERTAHANKAN AGAMA, BANGSA DAN TANAH AIR. INGAT SELALU KEPADA ALLAH SWT. JANGAN MENYELEWENG DARI TUJUAN DAN HENDAKLAH INGAT SELALU KEPADA ALLAH SWT”.
Dalam perang kemerdekaan KH. Subkhi tidak hanya duduk diam dirumah, beliau juga turun ke medan laga bersama KH. Siradj Payaman, KH. Dalhar Watucongol, serta KH. Mandur Temanggung bersama para santri dan rakyat berhasil mengusir NICA dan Sekutu dari Magelang sampai Ambarawa. Dari Ambarawa, ia bersama Jenderal Soedirman dan rakyat berhasil juga mengusirnya.
Dalam hampir di tiap pertempuran senjata, para ulama/kyai, santri, rakyat dan senjata bambu runcing hadir dalam mengawal perjuangan. Singkatnya, negeri ini juga didirikan oleh para ulama NU, jadi... NKRI adalah negeri para ulama NU yang berkomitmen menjaga Pancasila...Bhineka Tunggal Ika....Karenanya jangan coba coba mengganti Pancasila dan memecah belah Bhineka Tunggal Ika...karena akan berhadapan dgn kami 80 juta warga NU dan semua warga NKRI yg setia terhadap Pancasila..
.
Peran serta kyai dan ulama N U dalam merebut kemerdekaan di Indonesia tidaklah bisa dinilai kecil. Ada banyak hal yang dilakukan oleh mereka. Diantaranya adalah mendoakan dan membantu para pejuang, dan langsung ikut berjuang dengan bersenjatakan bambu runcing.
Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini banyak digunakan dan telah menjadi senjata massal pada masa perang kemerdekaan dalam melawan penjajah. Dalam masa perang kemerdekaan senjata tradisional banyak sekali yang digunakan dalam melawan senjata modern milik penjajah.
Sebelum digunakan ke medan pertempuran, bambu runcing “disepuh” dulu oleh para kyai, seperti Mbah Kyai Subkhi di Parakan Temanggung yang memberikan bekal berupa doa kepada para pejuang sambil berbaris dengan bambu runcingnya masing-masing.
Seperti yang diceritakan oleh KH. Istakhori Sam’ani, para pemuda hizbullah (tentara / lasykar santri) dan BKR (Badan Keamanan Rakyat) berbondong-bondong datang menghadap Mbah Kyai Subkhi untuk memohon gemblengan dan wejangan. Salah satu metode yang digunakan adalah meniupkan di pucuk bambu runcing dengan membaca ayat Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 17 dibaca 3 kali tanpa bernafas. Sebelumnya para pejuang dituntun untuk membaca syahadatain. Setelah mendapatkan wejangan dan berdoa mohon perlindungan dari Allah SWT, mereka juga diberi ijazah doa oleh Mbah Kyai Subkhi, adapun doanya adalah sebagai berikut : BISMILLAHI BIAUNILLAHI 3x, ALLAHU YA HAFIDZU 3x, ALLAHU AKBAR 3x, ILAHANNA YA SAYYIDANA ANTA MAULANA ‘ALAL QAUMIL KAFIRIN.
Menurut riwayat yang pernah di sampaikan oleh KH. Muhaiminan Parakan, kegiatan penyepuhan pada awalnya ditempatkan di kediaman KR. Sumomihardho, karena membludaknya pejuang yang datang ingin meminta wejangan dan “ngalab” berkah doa, maka tempat tersebut tidak lagi dapat menampung orang yang ingin menyepuh bambu runcing, kemudian tempatnya dipindahkan ke rumah Mbah Teguh yang saat itu berfungsi sebagai gedung BMT di jalan Masjid Kauman Parakan.
Karena masih juga tidak mampu menampung dan melayani sendiri orang yang datang, maka KR. Sumomihardho mengadakan musyawarah dengan para kyai sepuh dirumah KH. Abdurrahman Karang Tengah Parakan. Yang hadir saat itu adalah para kyai yang diyakini memiliki ilmu hikmah, diantaranya : KH. Mandhut dari Kauman Temanggung, KH. Subkhi, KH. Abdurrahman, Kyai Ali dan KR. Sumomihardho sendiri.
Dalam musyawarah tersebut berhasil memutuskan tentang pembagian tugas yang harus diemban para kyai. KH. Abdurrahman bertugas memberi “asma” nasi yang diberi gula pasir untuk kekebalan, Kyai Ali memberi asma air berani untuk keberanian dan menghilangkan keletihan. Air tersebut diambil dari sumber Gunung Jaran desa mergowati Kedu Temanggung dan dicampur air bersih dari sumur belakang rumahnya Kyai Muhammah Ali sebelah timur pondok pesantren Zaidatul Ma’arif Kauman. KH. Subkhi kemudian memberikan doa Bismillahi biaunillahi 3x, Allahu ya hafidzu 3x, Allahu Akbar 3x, KR. Sumomihardho menyepuh bambu runcing, memberikan petuah, doa-doa dll.
Kyai Ali dan KH. Nawawi menghadap KH. Siradj Payaman Magelang dan KH. Dalhar Watucongol Muntilan guna meminta berkah pangestu. KH. Siradj Payaman memberikan tambahan doa ilahanna ya sayyidana anta maulana ‘alal qaumil kafirin 3x. KH. Watucongol memberikan doa Allah hafidhun qodimun azaliyyun hayyun qoyyumun wala yamut 3x dibaca pagi dan sore.
Diantara para pejuang yang datang ke Temanggung saat itu adalah Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah saat itu, Pangliman Besar Jenderal Soedirman sebelum pergi berperang dalam pertempuran Palagan Ambara juga melakukan hal serupa.
Dalam catatan KH. Saefudin Zuhri (1947), KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur pernah juga datang, dalam pertemuan itu Mbah Kyai Subkhi menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqom itu. Saat mendengar itu, tegarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin akan keikhlasan sang kyai. KH. Wahid Hasyim menguat hati Mbah Kyai Subkhi dan mengatakan “APA YANG BAPAK LAKUKAN ITU SUDAH BENAR DAN MEREKA SUDAH MENDAPAT APA YANG MEREKA INGINKAN. MEREKA JADI TAMBAH BERANI DALAM PERJUANGAN, DAN INI SANGAT PENTING. APA YANG BISA SAYA SAMPAIKAN PADA MEREKA?” tanya KH. Wahid, kemudian Mbah Kyai Subkhi merespon, “LURUSKAN NIAT UNTUK MEMPERTAHANKAN AGAMA, BANGSA DAN TANAH AIR. INGAT SELALU KEPADA ALLAH SWT. JANGAN MENYELEWENG DARI TUJUAN DAN HENDAKLAH INGAT SELALU KEPADA ALLAH SWT”.
Dalam perang kemerdekaan KH. Subkhi tidak hanya duduk diam dirumah, beliau juga turun ke medan laga bersama KH. Siradj Payaman, KH. Dalhar Watucongol, serta KH. Mandur Temanggung bersama para santri dan rakyat berhasil mengusir NICA dan Sekutu dari Magelang sampai Ambarawa. Dari Ambarawa, ia bersama Jenderal Soedirman dan rakyat berhasil juga mengusirnya.
Dalam hampir di tiap pertempuran senjata, para ulama/kyai, santri, rakyat dan senjata bambu runcing hadir dalam mengawal perjuangan. Singkatnya, negeri ini juga didirikan oleh para ulama NU, jadi... NKRI adalah negeri para ulama NU yang berkomitmen menjaga Pancasila...Bhineka Tunggal Ika....Karenanya jangan coba coba mengganti Pancasila dan memecah belah Bhineka Tunggal Ika...karena akan berhadapan dgn kami 80 juta warga NU dan semua warga NKRI yg setia terhadap Pancasila..
.
Comments