PRESIDEN SOEKARNO DAN PECI HITAM

PRESIDEN SOEKARNO DAN PECI HITAM

Tak dipungkiri, Ir Soekarno adalah orang yang mempopulerkan peci Indonesia.

Dalam banyak kegiatan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun internasional, ia tak pernah melepaskannya.
Di masa penjajahan, Ir Soekarno mengenakan peci sebagai simbol pergerakan dan perlawanan terhadap penjajah.

Dalam buku otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno bercerita bagaimana ia bertekad mengenakan peci sebagai lambang pergerakan.

Di masa itu kaum cendekiawan pro-pergerakan nasional enggan memakai blangkon, misalnya, tutup kepala tradisi Jawa.

Jika kita lihat gambar Wahidin dan Cipto memakai blangkon, itu sebelum 1920-an.

Ada sejarah politik dalam tutup kepala ini. Di sekolah "dokter pribumi", STOVIA, pemerintah kolonial punya aturan: siswa "inlander" (pribumi) tak boleh memakai baju eropa.

Lalu darimanakah asal ulus peci atau songkok itu? Konon, peci merupakan rintisan dari Sunan Kalijaga.

Pada mulanya beliau membuat mahkota khusus untuk Sultan Fatah yang diberi nama kuluk yang memiliki bantuk lebih sederhana daripada mahkota ayahnya, Raja terakhir Majapahit Brawijaya V.
Dikutip dari laman Wartamadani.com, Mahkota itu disebut Kuluk dan mirip kopiah, hanya ukurannya lebih besar.

Hal itu agar sesuai ajaran Islam yang egaliter. Raja dan rakyat sama kedudukannya di hadapan Allah SWT. Hanya ketakwaan yang membedakan.
Catatan lain, ada pula yang berpendapat Laksmana Ceng Ho yang membawa peci ke Indonesia.

Peci berasal dari kata Pe (artinya delapan) dan Chi (artinya energi), sehingga arti peci itu sendiri merupakan alat untuk penutup bagian tubuh yang bisa memancarkan energinya ke delapan penjuru angin.
Penutup kepala khas ini, ada juga yang menyebutnya Songkok yang berarti "Kosong dari Mangkok." Artinya, hidup ini seperti mangkok yang kosong.

Harus diisi dengan ilmu dan berkah. Sementara kata Kopiah berasal dari "Kosong karena Dipuah." Maknanya, kosong karena dibuang (di pyah).

Apa yang dibuang? Kebodohan dan rasa iri hati serta dengki yang merupakan penyakit bawaan syaitan.
Keabsahan kisah di atas memang masih perlu dipertanyakan. Yang jelas, peci merupakan pemandangan umum di tanah melayu sejak abad 13.

Saat Raja Ternate Zainal Abidin (1486-1500) belajar agama Islam di madrasah Giri, ia membawa oleh-oleh peci saat pulang ke kampung halaman.
Jean Gelman Taylor, yang meneliti interaksi antara kostum Jawa dan kostum Belanda periode 1800-1940, menemukan bahwa sejak pertengahan abad ke-19, pengaruh itu tercermin dalam pengadopsian bagian-bagian tertentu pakaian Barat.

Pria-pria Jawa yang dekat dengan orang Belanda mulai memakai pakaian gaya Barat. Menariknya, blangkon atau peci tak pernah lepas dari kepala mereka.
Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, sang penulis Cindy Adams menuturkan, Soekarno pernah berkata,"Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia.

Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka.

Itulah awal mula Sukarno mempopulerkan pemakaian peci.
Bangga deh jadinya. So, sekarang tak perlu malu memakai peci.

All Life Time Indonesian President

Comments