SYEKH JANGKUNG / SAYID SYARIFUDDIN /SUNAN KAYEN BAG 1
Banyak sudah kita mendengar kehebatan ulama pesisir ini tapi minim sekali informasi yang memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar, siapakah Saridin itu? Dari latar belakang apa sehingga dimasa dewasanya memiliki daya linuwih. Bukan hanya bupati Pati, tetapi Raja Matarampun rela bertani sekadar memberikan kesempatan kepada saridin untuk menyelesaikan konflik di kotaraja Mataram.
Pada zaman Wali Songo, di suatu daerah di pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, kecamatan kayen tersebutlah seorang pemuda desa yang lugu dan bersahaja, bernama Saridin. Nama Saridin mungkin tidak begitu tenar secara nasional, tapi sudah melegenda secara regional. Region itu adalah wilayah Demak Kudus Pati Juwono Rembang,
Saridin seorang yang sakti, namun lugunya tidak ketulungan, sehingga (seakan) tidak menyadari kesaktiannya. Dia pernah membunuh kakak iparnya, karena sang kakak sering mencuri durian miliknya. Saat itu kakaknya menyamar menggunakan pakaian harimau, sehingga Saridin tidak mengenali. Dengan sekali tombak, matilah sang ipar. Saat ditanya oleh petugas, Saridin mengaku tidak membunuh kakaknya, melainkan membunuh harimau yang mencuri duriannya.
Meskipun jika pakaian harimau dibuka, Saridin tau bahwa itu kakak iparnya. Kalau secara hukum, Saridin tidak bersalah, karena membela miliknya, dan tidak menyadari kalau harimau itu adalah kakaknya.
Namun demikian, Saridin tetap harus dipenjara. Untuk memasukkan ke penjara bukan hal mudah, karena Saridin ngotot tidak bersalah. Akhirnya Adipati Jayakusuma, pemimpin pengadilan, menggunakan kalimat lain, bahwa Saridin tidak dipenjara, melainkan diberi hadiah sebuah rumah besar, diberi banyak penjaga, makan disediakan, mandi diantarkan. Akhirnya Saridin bersedia tinggal di rumah besar itu.
Sebelum dipenjara, Saridin bertanya apakah boleh pulang kalau kangen adengan isteri dan anaknya yang masih bayi? Petugas menjawab: “boleh-boleh saja, asal bisa”. Dan terbukti beberapa kali Saridin bisa pulang, keluar dari penjara di malam hari dan kembali lagi esok harinya.
Karena Adipati jengkel, Saridin dikenai hukuman gantung. Tapi saat digantung para petugas tidak mampu menarik talinya karena terlalu berat. Saridin menawarkan ikut membantu, dijawab oleh Adipati: “boleh, asal bisa”. Dan karena ijin itu Saridin lepas dari talinya, lalu ikut menarik tali gantungan.
Adipati semakin murka, dan menyuruh membunuh Saridin saat itu juga. Sebuah tindakan putus asa seorang penguasa. Saridin melarikan diri tanpa arah, hingga sampailah ia di pantai parangtritis bertemu dengan ruh ibundanya yang sudah almarhumah (Sujinah puteri Raden Syahid / Sunan kali Jaga). Dia disuruh untuk menuntut ilmu di daerah Kudus, lalu beliau berguru pada Sunan Kudus.
MAKAM KI AGENG DARMOYONO / PETINGGI MIYONO / JATI KEMBAR.
dulunya merupakan Desa Miyono. beliau merupakan ipar dari Nyai Ageng Sombro) yang berada di sebelah Desa Sumbersari Kecamatan kayen Kabupaten pati. atau disebelah selatan Desa Buluh kecamatan Kayen kabupaten Pati.
Di sini Saridin tidak berhenti menunjukkan kesaktiannya, malah semakin menonjol.
Saat disuruh bersyahadat oleh Sunan Kudus, para santri lain memandang remeh pada Saridin, apa mungkin Saridin bisa mengucapkannya dengan benar. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan semua orang. Saridin justru lari, memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi, dan tanpa ragu terjun dari atasnya. Sampai di tanah, dia tidak apa-apa. Semua pada heran pada apa yang terjadi.
Sunan Kudus menjelaskan, bahwa Saridin bukan cuma mengucapkan syahadat, tapi seluruh dirinya bersyahadat, menyerahkan seluruh keselamatan dirinya pada kekuasaan tertinggi. Kalau sekedar mengucapkan kalimat syahadat, anak kecil juga bisa. Namun Saridin masih tetap dilecehkan oleh para santri. Saat ada kegiatan mengisi bak air untuk wudlu, Saridin bukannya diberi ember, malah diberi keranjang. Tapi dengan keranjang itu pula Saridin bisa mengisi penuh bak air. Karena saridin telah membuat orang lain heran, maka Sunan Kudus menghukum Saridin tidak tidak diperbolehkan lagi untuk mengisi bak wudhu. Bukan Saridin namanya kalau hanya bisa tinggal diam melihat teman-teannya bekerja, ia mencoba auntuk membersihkan got air wudhu dan mencari ikan dalam got tersebut, dan itupun diketahui oleh Suna Kudus. Di saat Saridin mengatakan bahwa semua air ada ikannya, tidak ada yang percaya. Akhirnya dibuktikan, mulai dari comberan, air kendi sampai air kelapa, ketika semua ditunjukkan di depan Saridin, semua ada ikannya.
Akhirnya Saridin diusir oleh Sunan Kudus, harus keluar dari tanah Kudus. Singkat cerita, Saridin yang ternyata murid dari Sunan Kalijaga ini bertemu lagi dengan gurunya. Saridin diperintahkan untuk bertapa di lautan, dengan hanya dibekali 2 buah kelapa sebagai pelampung. Tidak boleh makan kalau tidak ada makanan yang datang, dan tidak boleh minum kalau tidak ada air yang menetes dimultnya . Pada akhirnya, Saridin dikenal sebagai Syeh Jangkung (pmberian dari Sunan kali Jaga), yang tinggal di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, kabupaten Pati.
aridin harus menerima hukuman untuk di larung ke lautan dengan menaiki dua buah kelapa. Dalam perjalanannya, Saridin terdampar di Tanah Sumatera di kerajaan Palembang yang ketika itu tengah dilanda konflik dikalangan elit Kasultanan Palembang. Sultan Iskandar di Palembang sudah uzur dan sudah pada waktunya menyerahkan setampuk pemerintahan kepada Putra Mahkota yaitu Pengeran Alamsyah. Permasalahannya adalah karena Pangeran Alamsyah masih terlalu muda untuk memimpin Negara, terlebih saat ini Pangeran Alamsyah sedang menuntut ilmu.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh adik Sultan Iskandar yaitu Pengeran Sanggar Singgih yang ternyata punya affair dengan permaisuri Sultan Iskandar.
Tidak berhenti sampai disitu, Permaisuri dan Pangeran Sanggar Singgih berkomplot untuk menghabisi Sultan. Dalam sebuah kesempatan, Sultan meninggal dunia secara mendadak. Pada saat itulah Sanggar Singgih masuk menggantikan Sultan Iskandar, kendati cuma bersifat sementara. Pertanyaannya adalah dimanakah peran Saridin (Syeh Jangkung) dalam masalah ini?
Saridin Syekh Jangkung menyelinap dibalik peran Pangeran Alamsyah dan mengajarinya bermain sandiwara tentang pemberontakan dalam sebuah kerajaan. Dan kerajaan yang diceritakannya itu adalah kerajaan palembang sendiri. Mendengar cerita Pangeran Alamsyah sanggar Singgih kaget campur geram dan ingin membunuh Pangeran Alamsyah, namun Saridin telah siap untuk membentengi Pangeran Alamsyah dibelakangnya. Akhirnya sanggar Singgih mati di tangan Saridin.
Kata Jangkung bukan bermakna tinggi seperti yang ada dalam asumsi kita, melainkan dapat berarti, mendorong, menyetujui, memberikan restu. Dari sini, logika bodoh saya berfikir bahwa Gelar Syeh Jangkung yang diberikan kepada Saridin, bukan karena fisik Saridin yang tinggi (jangkung) tetapi karena Saridin selalu mendorong dan memberikan restu serta “njangkung” setiap perbuatan baik, dan kenyataannya dengan “jinangkung” oleh restu Saridin, setiap permasalahan dapat diselesaikan. Wallahualam.
Setelah berhasil membantu menyelesaikan “ontan-ontran” di Kasultanan Palembang, Saridin yang sekarang sudah memakai sebutan Syeh Jangkung, melanjutkan pengembaraannya di pesisir Laut Jawa, harus terlibat dengan konflik di Kasultanan Cirebon, yang saat itu sedang dalam masalah serius. Puteri Sultan Cirebon yaitu Cut Syamsiatun sedang menderita sakit ingatan, karena kekasihnya, putra Sultan Banten yaitu Pengeran Erlang Muhammad meninggal secara misterius. Para elit Kasultanan saling curiga dan saling menduga siapa pembunuh Erlang Muhammad.
Atas petunjuk Sunan Kalijaga, Patih Secanegara mencari Syeh Jangkung yang tengah melakukan pengembaraan di Laut Jawa. Patih Secanegara berhasil bertemu dengan Syeh Jangkung dan memintanya untuk membuka tabir yang menyelimuti Kasultanan Cirebon.
Bagaimana cara Syeh Jangkung menyelesaikan Ontran-ontran di Cirebon?
Masih tentang Saridin ( Syeh Jangkung ) dalam perjalanan spriritualnya. Kali ini perjalanan Saridin memasuki wilayah Turki (Ngerum) yang kala itu tengah dirundung masalah. Sultan Abukorim, Raja Turki yang berkuasa kala itu, belum didampingi permaisuri dirasakan oleh para sentana dan punggawa kasultanan sebagai hal yang sangat mengganggu dan berdampak pada kewibawaan Sultan.
Atas Bujukan Patih Johan Spry Sultan Abukorim diminta untuk mencari puteri sebagai permaisuri Kasultanan Ngerum. Patih Johan Spry memperlihatkan gambar perempuan cantik dari seluruh penjuru dunia untuk dipilih oleh sultan. Sudah banyak gambar yang diperlihatkan oleh Patih Johan Sprye mulai dari Puteri Jepang, Puteri Cina, Puteri Hindia dan lain lain, tetapi belum memenuhi harapan Sultan Abukorim, kecuali gambar seorang puteri yang berasal dari Tanah Jawa, yakni puteri Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang sangat menarik Hati Sultan Abukorim.
Patih Johan Spry menolak ketika diperintah untuk melamar Putri Sultan Agung hanyakrakusuma tersebut. Bahkan sudah berani memastikan bahwa Sultan Agung Hanyakrakusuma tidak akan menyerahkan puterinya jika dilamar oleh orang asing. Lebih buruk lagi, Patih Johan Spry menyarankan untuk menculik Putri Tamnah jawa tersebut. Sekali lagi, dengan berbagai alasan Patih Johan Spry juga menolak ketika diperintah untuk menculik Putri Sultan Agung Hanyakrakusuma. Akhirnya, Sultan Abukorim sendiri yang harus melaksanakan rencana penculikan putri idamannnya itu. Sementara itu, perjalanan laut Saridin dengan naik buah kelapa sampai di Pesisir Selatan tanah jawa dibawah wilayah kekuasaan Mataram. Ketika tiba-tiba buah kelapa itu terdampar dipantai, naluri Saridin membisikkan akan adanya sebuah peritiwa besar di wilayah Mataram. Sangat jelas, bahwa peristiwa ini terkait dengan penculikan puteri Sultan Agung Hanyakrakusuma oleh Sultan Ngerum, Abukorim. Tapi bagaimana kejadiannnya?
Bagaimana Saridin bisa masuk ke wilayah Mataram? Apakah Syeh Malaya (Sunan Kalijaga) masih berperan? Lalu apa hubungannya dengancerita Bedhahinnya Negeri Ngerum Turki? Berhasilkan Sultan Abukorim menculik Puteri Mataram? Kenapa Patih Johan Spry menolak menjalankan perintah Sultan Abukorim? dan masih banyak pertanyaan lain yang hanya bisa terjawab apabila anda membaca secara runtut cerita ini.
Dalam cerita Syeh Jangkung Ontran-ontran Cirebon? Ketika itu diceritakan Saridin menikahi Rohayati, Putri Sultan Cirebon. Dari pernikahan itu, lahir anak laki-laki yang diberinama : Kasan Haji. Akan tetapi, sejauh ini Ibu dan Kakeknya masih merahasiakan tentang siapa sebenarnya ayah Kasan Haji. Ketika menjelang dewasa, keinginan Kasan Haji untuk bertemu dengan ayahnya tak terbendung lagi. Maka atas ijin Sultan Cirebon berangkatlah Kasan Haji bersana Rohayati, ibunya untuk mencari Saridin (Syeh Jangkung) ke Miyono, Pati.
Di hutan Alas Roban, Windu Legkoro, Raja jin di wilayah itu, merasa sangat kecewa ketika mendapat laporan anak buahnya saat di perintahkan untuk membuat kekacauan di Mataram. Retno Jinoli putri Mataram yang menjadi target untuk diganggu oleh anak buah Windu Lengkara mendapat perlindungan oleh seorang sakti yang bernama Saridin (Syeh Jangkung). Windu Lengkara merasa sangat penasaran atas kesaktian Saridin yang telah berhasil mengalahkan anak buahnya. Itulah sebabnya, dengan menyamar sebagai manusia, dia bermaksud ke Miyono, untuk menjajal kesaktian Saridin.
Ditengah perjalanan, Windu Lengkara bertemu dengan Kasan Haji dan rombongannnya. Ketika memandang Rohayati muncul hasrat Windu untuk memperisteri isteri Saridin itu. Tentu saja Rohayati menolak dan dengan sekuat tenaga Kasan Haji berusaha melindungi ibunya.
Jika anda telah mengikuti serial Syeh Jangkung, Bedahing Ngerom pasti anda sudah tahu apa, siapa dan bagaimana Retno Jinoli itu. Akan tetapi pertanyaannnya adalah bagaimana upaya Rohayati untk mengantar Kasan Haji menemui Saridin? Mampukan Kasan Haji melindungi Ibunya dari upaya jahat Windu Lengkara? Kenapa serial Syeh Jangkung kali ini berjudul Sultan Agung Tani? Untuk menjawab pertanyaan itu, kami persilahkan anda untuk mengikuti cerita ini sampai tuntas.
KERIS JANGKUNG, Di daerah Pati ada sebuah nama yang cukup terkenal bernama Ondo Rante namanya dia merasa terganggu dengan adanya orang yg bersiar agama dan akhirnya membuat keonaran di daerah tersebut akan tetapi Adipati Pati Mangun Oneng mendengar warta itu dan di utuslah Ulama yg bernama kyai Makdum Alatas tapi masih belum bisa dikalahkan malahan kyai Makdum Alatas sampai wafat, dan Syeh Jangkung merasa batinnya tidak eanak.
Berangkatlah Syekh jangkung ke Mataram untuk menemui Sultan Mataram. Mendengar cerita tersebut syeh jangkung tergugah dan diutuslah beliau oleh Sultan Mataram tapi dengan syarat harus dengan wanita cantik untuk memikat Putri dari Sumbo Pradan yang bernama Guranti. Dan berangkatlah Syekh jangkung beserta Guranti untuk menemui Ondo Rante sambil menawarkan Tuak setelah diminumnya Tuak tersebut menjadi tak sadarkan diri dan ketahuan kelemahannya yang akhirnya Ondo Rate dibawa kekadipaten dan diikat diatas ondo/tangga dengan rantai emas yang ditarik dengan Gajah dan akhirnya terbelahlah tubuh Ondo Rante menjadi dua dan tidak boleh disatukan pemakamannya yang akhirnya dimakamkan bersebarangan dengan kali/sungai di Kali ngranten Desa Prenggan.
Dilain cerita setelah sepulangnya dari kadipaten syeh jangkung pulang untuk menemui putranya Momok akan tetapi tidak ketemu ternyata Momok pergi dari rumah untuk mencari pekerjaan di desa Pesanggrahan dirumah Bopo Dupo Somo menjadi tukang penggembala kerbau dan anak Ki Dupo Somo Sutarsih menaruh hati pada Momok dan terjadi pertikaian dengan Lodang murid Ki Dupo Somo karena juga mencintai Sutarsih akan tetapi yang jadi korban adalah Kerbaunya yang digembalakan oleh Momok.
Karena Momok bersalah, dia dihajar Ki Dupo Somo dan disitulah bertemu juga dengan Syeh Jangkung dan adu kesaktian antara Ki Dupo Somo dengan Syeh Jangkung dan mengaku kalah Ki Dupo Somo dan mengajak berbesan dari situ Momok diajak pulang ke Kayen dengan membawa kerbau yg diberi oleh Ki Dupo Somo. Hari berikutnya kerbau Wungkul digembala Momok sampai ke desa Trangkil dan memakan padi org dan tejadi pertikaian dengan yg punya sawah Ki Ketip Trangkil (Utara Sunan Kudus) dengan kesaktiannya kerbau yang tadinya hidup menjadi mati dan dihidupkan lagi oleh Syeh Jangkung dan terjadi perkelahian antara Ki Ketip Trangkil dengan Syeh Jangkung bahwasannya dengan mudah mendapat gelar Syeh padahal Ki Ketip Trangkil sdh bertahun-tahun mengajar agama Islam belum bisa mendapat gelar tersebut sampai Syeh Jangkung bersedia dikubur di dalam sumur yg sekarang menjadi Desa Sumur Bandung yang akhirnya Ki Ketip Trangkil dibuang ke Kudus dengan iketnya Syeh Jangkung sekali kibas.
DUMADINE LULANG KEBO LANDOH, Pada cerita inilah puncak “karier” Syeh Jangkung. Secara de facto dia telah menjadi ulama dan paranpara Negara Mataram. Tak kurang, Sultan Agung rela menjadi petani menggantikan Syeh Jangkung yang ketika itu sedang sibuk menggarap sawah demi meminta kesediaan kyai eksentrik ini menyelesaikan permasalahan dan pageblug yang menimpa keraton Mataram akibat ulah lelembut yang membuat bencana di seantero keraton Mataram.
Syeh Jangkung bisa datang ke Mataram memenuhi harapan Sultan Agung untuk menumpas gerombolan jin yang dipimpin oleh Kalawindu yang telah menguasai keraton Mataram. Atas keberhasilan Syeh Jangkung menumpas gerombolan Jin Kalawindu, Sultan Agung bermaksud memboyong Keluarga Besar Syeh Jangkung di Miyono, Pati (termasuk Retna Jinoli) untuk tinggal di Mataram, akan tetapi Syeh Jangkung menolak, karena banginya tinggal di Miyono sebagai petani terasa lebih nikmat jika di jalani dengan ikhlas.
Sementara itu, keberadaan Syekh Jangkung di Miyono terasa sangat mengganggu keberadaan Panti Kudus yang dipimpin oleh Sunan Kudus. Hal ini karena ajaran yang di bawa oleh Saridin dapat membahayakan santri-santri lain pada umumnya. Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya warga (terutama santri) yang berguru ke Miyono menjadikan Sunan Kudus makin gusar.
Kegusaran Sunan Kudus kemudian dibawa ke Kabupaten Pati.
Dengan mengingatkan kembali kejadian lolosnya Saridin dari penjara Kadipaten Pati sampai kejadian gagalnya hukuman gantung yang dijatuhkan kepada Saridin atas tuduhan terbunuhnya kakak ipar Saridin saat memakai pakaian harimau beberapa tahun yang lalu, Adipati Tandanegara termakan oleh masukan Sunan Kudus. Oleh karena itu, diputuskan untuk membubarkan perguruan (baca: pesantren di Miyono) yang diasuh oleh Syeh Jangkung bagaimanapun caranya!
Bagaimana kelanjutan kisah ini? Berhasilkah Sunan Kudus membungkam kehebatan Saridin? Apa hubungannnya dengan Lulang Kebo Landoh? Dan banyak lagi pertanyaan lain yang masih menggantung selama anda belum tuntas mendengarkan cerita ini. Kisah Saridin (Syeh Jangkung) yang demikian melegenda di Kabupaten Pati dan di pesisir utara Jawa Tengah pada umumnya.
ANDHORANTE. Konon, pada masa pemerintahan Sultan Agung, ada kawula Kadipaten Pati yang suka membuat onar. Namanya Ondorante. Kisahnya, Ondorante sering marah dan membubarkan orang-orang yang mau salat di masjid. Beduk masjid di rusak, perempuan-perempuan berjilbab diejek, dilempari batu. Berkali-kali umat Islam di desa melawan, namun selalu kalah karena kesaktian Ondorante sangat tinggi. Bahkan ketika Adipati Mangun Oneng (Adipati Pati) dan Tumenggung Sombo Pradan juga turun tangan, keduanya juga dibuat bertekuk lutut oleh Ondorante.
Akhirnya, peristiwa itu dilaporkan ke Mataram. Sultan Agung mengutus Syekh Makdum Alatas untuk menangani ontran-ontran tadi. Kepada Syekh Makdum dijanjikan, kalau bisa ngrangket Ondorante akan dihadiahi tanah untuk mendirikan pondok pesantren di Sitinggil (desa tempat Ondorante berada). Singkat cerita, setelah mereka bertemu, Syekh Makdum dan Ondorante terlibat perdebatan sengit. Dan karena Ondorante tidak mau menyadari kesalahan, maka terjadilah perang tanding. Hanya, perang tanding itu pun juga tidak menyelesaikan masalah. Sebab, kesaktian mereka seimbang. Keduanya sama-sama teguh tanggon, sama-sama memiliki segudang aji jaya kawijayan sekaligus penangkal.
Ketika sedang silih ungkih itu, tiba-tiba Syekh Makdum sadar, dan ingat pesan almarhum guru. Kemudian dia menghindar dari gelanggang dan menemui muridnya, Klinthing Wesi. Kepada si murid ia berbisik, ‘’Rumangsa lingsem aku ditantang bocah nganti padudon ngrembug bab kapitayan. Awit aku kemutan marang dhawuhe guruku biyen, menawa kapitayanmu iku kapitayanmu, kapitayanku iku kapitayanku…’’ Dengan kesadaran seperti itu Syekh Makdum segera melakukan salat makrifat. Setelah salat ia meninggal dengan tenang tanpa sebab. Konon, setelah dikubur, dari makamnya muncul keris yang dapat mengalahkan Ondorante. Keris tersebut dinamai Keris Kyai Jangkung.
Dalam kisah ketoprak ini diceritakan pula mengapa Ondorante suka marah-marah terhadap orang-orang yang akan salat di masjid. Ia jengkel mendengar azan, yang oleh Ondorante bunyinya dipelesetkan menjadi: ‘’lawa bubar…lawa bubar.’’ Merusak beduk karena jengkel suaranya kok dipercaya, dan membuat orang-orang berdatangan ke masjid untuk salat. Padahal, beduk hanya terbuat dari kulit sapi. Ia juga jengkel kepada perempuan-perempuan berkerudung (berjilbab) karena tidak bisa melihat dan menikmati kecantikannya. Menurut Ondorante, pakai jilbab seperti orang mau ‘’ngundhuh tawon’’. Kalau dionceki, tokoh Ondorante ini jelas menunjukkan tanda-tanda orang bingung. Persis unen-unen Jawa: gudel bingung. Anak kerbau yang nyrudug-nyrudug tak keruan juntrungnya karena tidak tahu dan tidak bisa menyesuaikan diri terhadap situasi kondisi yang dihadapi. Orang bingung sering juga digambarkan seperti ‘’nglangkahi oyod mimang’’. Konon, oyod mimang ada yang mengartikan akar beringin. Namun dalam pandangan lain, oyod mimang adalah akar pohon apa saja yang bentuk dan strukturnya aneh. Ujung akar membentuk belitan berkali-kali dan tidak lagi memanjang seperti lazimnya akar biasa.
Dalam pandangan kejawen, orang bingung digambarkan seperti ‘’kelangan keblat’’. Seluruh sikap perilakunya jadi kehilangan arah, berputar-putar tak tentu tujuan. Mau ke utara, jalannya ke selatan. Mau ke barat, langkahnya menuju timur. Dan celakanya, orang bingung jadi sering bertindak ngawur, ceroboh, grusa-grusu. Persis seperti Ondorante. Orang bingung sama halnya tengah mengalami kegelapan. Menurut kapitayan Jawa, siapa pun yang sedang kebingungan, berada dalam kegelapan, dirundung masalah yang rumit dan pelik, jangan buru-buru bergerak. Dia harus menemukan ‘’pepadhange ati’’ lebih dulu, karena mata tak lagi mampu menembus kegelapan atau masalah yang menyelimuti jiwa raganya. Soalnya, dalam puncak kebingungan, semua jadi jungkir balik. Atas jadi bawah, putih jadi merah! Nah, ketika kebingungan belum teratasi, melakukan apa pun kebanyakan hasilnya akan wurung, sia-sia. Ketika bingung, ora dunung, kemudian berbuat ceroboh sampai kesandhung dan kedlarung, akhirnya tentu hanya penyesalan yang kita rasakan. Dan untuk penyesalan seperti itu, di Jawa sudah ada unen-unen yang menunggu dan siap mengejek terang-terangan: ‘’Keduwung nguntal wedhung.’’ Memang, semua orang pernah bingung, tetapi kebingungan itu perlu dijinakkan lebih dulu sebelum berbuat, sehingga tidak menjadi batu sandungan yang membuyarkan impian dan harapan.
Banyak sudah kita mendengar kehebatan ulama pesisir ini tapi minim sekali informasi yang memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar, siapakah Saridin itu? Dari latar belakang apa sehingga dimasa dewasanya memiliki daya linuwih. Bukan hanya bupati Pati, tetapi Raja Matarampun rela bertani sekadar memberikan kesempatan kepada saridin untuk menyelesaikan konflik di kotaraja Mataram.
Pada zaman Wali Songo, di suatu daerah di pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, kecamatan kayen tersebutlah seorang pemuda desa yang lugu dan bersahaja, bernama Saridin. Nama Saridin mungkin tidak begitu tenar secara nasional, tapi sudah melegenda secara regional. Region itu adalah wilayah Demak Kudus Pati Juwono Rembang,
Saridin seorang yang sakti, namun lugunya tidak ketulungan, sehingga (seakan) tidak menyadari kesaktiannya. Dia pernah membunuh kakak iparnya, karena sang kakak sering mencuri durian miliknya. Saat itu kakaknya menyamar menggunakan pakaian harimau, sehingga Saridin tidak mengenali. Dengan sekali tombak, matilah sang ipar. Saat ditanya oleh petugas, Saridin mengaku tidak membunuh kakaknya, melainkan membunuh harimau yang mencuri duriannya.
Meskipun jika pakaian harimau dibuka, Saridin tau bahwa itu kakak iparnya. Kalau secara hukum, Saridin tidak bersalah, karena membela miliknya, dan tidak menyadari kalau harimau itu adalah kakaknya.
Namun demikian, Saridin tetap harus dipenjara. Untuk memasukkan ke penjara bukan hal mudah, karena Saridin ngotot tidak bersalah. Akhirnya Adipati Jayakusuma, pemimpin pengadilan, menggunakan kalimat lain, bahwa Saridin tidak dipenjara, melainkan diberi hadiah sebuah rumah besar, diberi banyak penjaga, makan disediakan, mandi diantarkan. Akhirnya Saridin bersedia tinggal di rumah besar itu.
Sebelum dipenjara, Saridin bertanya apakah boleh pulang kalau kangen adengan isteri dan anaknya yang masih bayi? Petugas menjawab: “boleh-boleh saja, asal bisa”. Dan terbukti beberapa kali Saridin bisa pulang, keluar dari penjara di malam hari dan kembali lagi esok harinya.
Karena Adipati jengkel, Saridin dikenai hukuman gantung. Tapi saat digantung para petugas tidak mampu menarik talinya karena terlalu berat. Saridin menawarkan ikut membantu, dijawab oleh Adipati: “boleh, asal bisa”. Dan karena ijin itu Saridin lepas dari talinya, lalu ikut menarik tali gantungan.
Adipati semakin murka, dan menyuruh membunuh Saridin saat itu juga. Sebuah tindakan putus asa seorang penguasa. Saridin melarikan diri tanpa arah, hingga sampailah ia di pantai parangtritis bertemu dengan ruh ibundanya yang sudah almarhumah (Sujinah puteri Raden Syahid / Sunan kali Jaga). Dia disuruh untuk menuntut ilmu di daerah Kudus, lalu beliau berguru pada Sunan Kudus.
MAKAM KI AGENG DARMOYONO / PETINGGI MIYONO / JATI KEMBAR.
dulunya merupakan Desa Miyono. beliau merupakan ipar dari Nyai Ageng Sombro) yang berada di sebelah Desa Sumbersari Kecamatan kayen Kabupaten pati. atau disebelah selatan Desa Buluh kecamatan Kayen kabupaten Pati.
Di sini Saridin tidak berhenti menunjukkan kesaktiannya, malah semakin menonjol.
Saat disuruh bersyahadat oleh Sunan Kudus, para santri lain memandang remeh pada Saridin, apa mungkin Saridin bisa mengucapkannya dengan benar. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan semua orang. Saridin justru lari, memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi, dan tanpa ragu terjun dari atasnya. Sampai di tanah, dia tidak apa-apa. Semua pada heran pada apa yang terjadi.
Sunan Kudus menjelaskan, bahwa Saridin bukan cuma mengucapkan syahadat, tapi seluruh dirinya bersyahadat, menyerahkan seluruh keselamatan dirinya pada kekuasaan tertinggi. Kalau sekedar mengucapkan kalimat syahadat, anak kecil juga bisa. Namun Saridin masih tetap dilecehkan oleh para santri. Saat ada kegiatan mengisi bak air untuk wudlu, Saridin bukannya diberi ember, malah diberi keranjang. Tapi dengan keranjang itu pula Saridin bisa mengisi penuh bak air. Karena saridin telah membuat orang lain heran, maka Sunan Kudus menghukum Saridin tidak tidak diperbolehkan lagi untuk mengisi bak wudhu. Bukan Saridin namanya kalau hanya bisa tinggal diam melihat teman-teannya bekerja, ia mencoba auntuk membersihkan got air wudhu dan mencari ikan dalam got tersebut, dan itupun diketahui oleh Suna Kudus. Di saat Saridin mengatakan bahwa semua air ada ikannya, tidak ada yang percaya. Akhirnya dibuktikan, mulai dari comberan, air kendi sampai air kelapa, ketika semua ditunjukkan di depan Saridin, semua ada ikannya.
Akhirnya Saridin diusir oleh Sunan Kudus, harus keluar dari tanah Kudus. Singkat cerita, Saridin yang ternyata murid dari Sunan Kalijaga ini bertemu lagi dengan gurunya. Saridin diperintahkan untuk bertapa di lautan, dengan hanya dibekali 2 buah kelapa sebagai pelampung. Tidak boleh makan kalau tidak ada makanan yang datang, dan tidak boleh minum kalau tidak ada air yang menetes dimultnya . Pada akhirnya, Saridin dikenal sebagai Syeh Jangkung (pmberian dari Sunan kali Jaga), yang tinggal di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, kabupaten Pati.
aridin harus menerima hukuman untuk di larung ke lautan dengan menaiki dua buah kelapa. Dalam perjalanannya, Saridin terdampar di Tanah Sumatera di kerajaan Palembang yang ketika itu tengah dilanda konflik dikalangan elit Kasultanan Palembang. Sultan Iskandar di Palembang sudah uzur dan sudah pada waktunya menyerahkan setampuk pemerintahan kepada Putra Mahkota yaitu Pengeran Alamsyah. Permasalahannya adalah karena Pangeran Alamsyah masih terlalu muda untuk memimpin Negara, terlebih saat ini Pangeran Alamsyah sedang menuntut ilmu.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh adik Sultan Iskandar yaitu Pengeran Sanggar Singgih yang ternyata punya affair dengan permaisuri Sultan Iskandar.
Tidak berhenti sampai disitu, Permaisuri dan Pangeran Sanggar Singgih berkomplot untuk menghabisi Sultan. Dalam sebuah kesempatan, Sultan meninggal dunia secara mendadak. Pada saat itulah Sanggar Singgih masuk menggantikan Sultan Iskandar, kendati cuma bersifat sementara. Pertanyaannya adalah dimanakah peran Saridin (Syeh Jangkung) dalam masalah ini?
Saridin Syekh Jangkung menyelinap dibalik peran Pangeran Alamsyah dan mengajarinya bermain sandiwara tentang pemberontakan dalam sebuah kerajaan. Dan kerajaan yang diceritakannya itu adalah kerajaan palembang sendiri. Mendengar cerita Pangeran Alamsyah sanggar Singgih kaget campur geram dan ingin membunuh Pangeran Alamsyah, namun Saridin telah siap untuk membentengi Pangeran Alamsyah dibelakangnya. Akhirnya sanggar Singgih mati di tangan Saridin.
Kata Jangkung bukan bermakna tinggi seperti yang ada dalam asumsi kita, melainkan dapat berarti, mendorong, menyetujui, memberikan restu. Dari sini, logika bodoh saya berfikir bahwa Gelar Syeh Jangkung yang diberikan kepada Saridin, bukan karena fisik Saridin yang tinggi (jangkung) tetapi karena Saridin selalu mendorong dan memberikan restu serta “njangkung” setiap perbuatan baik, dan kenyataannya dengan “jinangkung” oleh restu Saridin, setiap permasalahan dapat diselesaikan. Wallahualam.
Setelah berhasil membantu menyelesaikan “ontan-ontran” di Kasultanan Palembang, Saridin yang sekarang sudah memakai sebutan Syeh Jangkung, melanjutkan pengembaraannya di pesisir Laut Jawa, harus terlibat dengan konflik di Kasultanan Cirebon, yang saat itu sedang dalam masalah serius. Puteri Sultan Cirebon yaitu Cut Syamsiatun sedang menderita sakit ingatan, karena kekasihnya, putra Sultan Banten yaitu Pengeran Erlang Muhammad meninggal secara misterius. Para elit Kasultanan saling curiga dan saling menduga siapa pembunuh Erlang Muhammad.
Atas petunjuk Sunan Kalijaga, Patih Secanegara mencari Syeh Jangkung yang tengah melakukan pengembaraan di Laut Jawa. Patih Secanegara berhasil bertemu dengan Syeh Jangkung dan memintanya untuk membuka tabir yang menyelimuti Kasultanan Cirebon.
Bagaimana cara Syeh Jangkung menyelesaikan Ontran-ontran di Cirebon?
Masih tentang Saridin ( Syeh Jangkung ) dalam perjalanan spriritualnya. Kali ini perjalanan Saridin memasuki wilayah Turki (Ngerum) yang kala itu tengah dirundung masalah. Sultan Abukorim, Raja Turki yang berkuasa kala itu, belum didampingi permaisuri dirasakan oleh para sentana dan punggawa kasultanan sebagai hal yang sangat mengganggu dan berdampak pada kewibawaan Sultan.
Atas Bujukan Patih Johan Spry Sultan Abukorim diminta untuk mencari puteri sebagai permaisuri Kasultanan Ngerum. Patih Johan Spry memperlihatkan gambar perempuan cantik dari seluruh penjuru dunia untuk dipilih oleh sultan. Sudah banyak gambar yang diperlihatkan oleh Patih Johan Sprye mulai dari Puteri Jepang, Puteri Cina, Puteri Hindia dan lain lain, tetapi belum memenuhi harapan Sultan Abukorim, kecuali gambar seorang puteri yang berasal dari Tanah Jawa, yakni puteri Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang sangat menarik Hati Sultan Abukorim.
Patih Johan Spry menolak ketika diperintah untuk melamar Putri Sultan Agung hanyakrakusuma tersebut. Bahkan sudah berani memastikan bahwa Sultan Agung Hanyakrakusuma tidak akan menyerahkan puterinya jika dilamar oleh orang asing. Lebih buruk lagi, Patih Johan Spry menyarankan untuk menculik Putri Tamnah jawa tersebut. Sekali lagi, dengan berbagai alasan Patih Johan Spry juga menolak ketika diperintah untuk menculik Putri Sultan Agung Hanyakrakusuma. Akhirnya, Sultan Abukorim sendiri yang harus melaksanakan rencana penculikan putri idamannnya itu. Sementara itu, perjalanan laut Saridin dengan naik buah kelapa sampai di Pesisir Selatan tanah jawa dibawah wilayah kekuasaan Mataram. Ketika tiba-tiba buah kelapa itu terdampar dipantai, naluri Saridin membisikkan akan adanya sebuah peritiwa besar di wilayah Mataram. Sangat jelas, bahwa peristiwa ini terkait dengan penculikan puteri Sultan Agung Hanyakrakusuma oleh Sultan Ngerum, Abukorim. Tapi bagaimana kejadiannnya?
Bagaimana Saridin bisa masuk ke wilayah Mataram? Apakah Syeh Malaya (Sunan Kalijaga) masih berperan? Lalu apa hubungannya dengancerita Bedhahinnya Negeri Ngerum Turki? Berhasilkan Sultan Abukorim menculik Puteri Mataram? Kenapa Patih Johan Spry menolak menjalankan perintah Sultan Abukorim? dan masih banyak pertanyaan lain yang hanya bisa terjawab apabila anda membaca secara runtut cerita ini.
Dalam cerita Syeh Jangkung Ontran-ontran Cirebon? Ketika itu diceritakan Saridin menikahi Rohayati, Putri Sultan Cirebon. Dari pernikahan itu, lahir anak laki-laki yang diberinama : Kasan Haji. Akan tetapi, sejauh ini Ibu dan Kakeknya masih merahasiakan tentang siapa sebenarnya ayah Kasan Haji. Ketika menjelang dewasa, keinginan Kasan Haji untuk bertemu dengan ayahnya tak terbendung lagi. Maka atas ijin Sultan Cirebon berangkatlah Kasan Haji bersana Rohayati, ibunya untuk mencari Saridin (Syeh Jangkung) ke Miyono, Pati.
Di hutan Alas Roban, Windu Legkoro, Raja jin di wilayah itu, merasa sangat kecewa ketika mendapat laporan anak buahnya saat di perintahkan untuk membuat kekacauan di Mataram. Retno Jinoli putri Mataram yang menjadi target untuk diganggu oleh anak buah Windu Lengkara mendapat perlindungan oleh seorang sakti yang bernama Saridin (Syeh Jangkung). Windu Lengkara merasa sangat penasaran atas kesaktian Saridin yang telah berhasil mengalahkan anak buahnya. Itulah sebabnya, dengan menyamar sebagai manusia, dia bermaksud ke Miyono, untuk menjajal kesaktian Saridin.
Ditengah perjalanan, Windu Lengkara bertemu dengan Kasan Haji dan rombongannnya. Ketika memandang Rohayati muncul hasrat Windu untuk memperisteri isteri Saridin itu. Tentu saja Rohayati menolak dan dengan sekuat tenaga Kasan Haji berusaha melindungi ibunya.
Jika anda telah mengikuti serial Syeh Jangkung, Bedahing Ngerom pasti anda sudah tahu apa, siapa dan bagaimana Retno Jinoli itu. Akan tetapi pertanyaannnya adalah bagaimana upaya Rohayati untk mengantar Kasan Haji menemui Saridin? Mampukan Kasan Haji melindungi Ibunya dari upaya jahat Windu Lengkara? Kenapa serial Syeh Jangkung kali ini berjudul Sultan Agung Tani? Untuk menjawab pertanyaan itu, kami persilahkan anda untuk mengikuti cerita ini sampai tuntas.
KERIS JANGKUNG, Di daerah Pati ada sebuah nama yang cukup terkenal bernama Ondo Rante namanya dia merasa terganggu dengan adanya orang yg bersiar agama dan akhirnya membuat keonaran di daerah tersebut akan tetapi Adipati Pati Mangun Oneng mendengar warta itu dan di utuslah Ulama yg bernama kyai Makdum Alatas tapi masih belum bisa dikalahkan malahan kyai Makdum Alatas sampai wafat, dan Syeh Jangkung merasa batinnya tidak eanak.
Berangkatlah Syekh jangkung ke Mataram untuk menemui Sultan Mataram. Mendengar cerita tersebut syeh jangkung tergugah dan diutuslah beliau oleh Sultan Mataram tapi dengan syarat harus dengan wanita cantik untuk memikat Putri dari Sumbo Pradan yang bernama Guranti. Dan berangkatlah Syekh jangkung beserta Guranti untuk menemui Ondo Rante sambil menawarkan Tuak setelah diminumnya Tuak tersebut menjadi tak sadarkan diri dan ketahuan kelemahannya yang akhirnya Ondo Rate dibawa kekadipaten dan diikat diatas ondo/tangga dengan rantai emas yang ditarik dengan Gajah dan akhirnya terbelahlah tubuh Ondo Rante menjadi dua dan tidak boleh disatukan pemakamannya yang akhirnya dimakamkan bersebarangan dengan kali/sungai di Kali ngranten Desa Prenggan.
Dilain cerita setelah sepulangnya dari kadipaten syeh jangkung pulang untuk menemui putranya Momok akan tetapi tidak ketemu ternyata Momok pergi dari rumah untuk mencari pekerjaan di desa Pesanggrahan dirumah Bopo Dupo Somo menjadi tukang penggembala kerbau dan anak Ki Dupo Somo Sutarsih menaruh hati pada Momok dan terjadi pertikaian dengan Lodang murid Ki Dupo Somo karena juga mencintai Sutarsih akan tetapi yang jadi korban adalah Kerbaunya yang digembalakan oleh Momok.
Karena Momok bersalah, dia dihajar Ki Dupo Somo dan disitulah bertemu juga dengan Syeh Jangkung dan adu kesaktian antara Ki Dupo Somo dengan Syeh Jangkung dan mengaku kalah Ki Dupo Somo dan mengajak berbesan dari situ Momok diajak pulang ke Kayen dengan membawa kerbau yg diberi oleh Ki Dupo Somo. Hari berikutnya kerbau Wungkul digembala Momok sampai ke desa Trangkil dan memakan padi org dan tejadi pertikaian dengan yg punya sawah Ki Ketip Trangkil (Utara Sunan Kudus) dengan kesaktiannya kerbau yang tadinya hidup menjadi mati dan dihidupkan lagi oleh Syeh Jangkung dan terjadi perkelahian antara Ki Ketip Trangkil dengan Syeh Jangkung bahwasannya dengan mudah mendapat gelar Syeh padahal Ki Ketip Trangkil sdh bertahun-tahun mengajar agama Islam belum bisa mendapat gelar tersebut sampai Syeh Jangkung bersedia dikubur di dalam sumur yg sekarang menjadi Desa Sumur Bandung yang akhirnya Ki Ketip Trangkil dibuang ke Kudus dengan iketnya Syeh Jangkung sekali kibas.
DUMADINE LULANG KEBO LANDOH, Pada cerita inilah puncak “karier” Syeh Jangkung. Secara de facto dia telah menjadi ulama dan paranpara Negara Mataram. Tak kurang, Sultan Agung rela menjadi petani menggantikan Syeh Jangkung yang ketika itu sedang sibuk menggarap sawah demi meminta kesediaan kyai eksentrik ini menyelesaikan permasalahan dan pageblug yang menimpa keraton Mataram akibat ulah lelembut yang membuat bencana di seantero keraton Mataram.
Syeh Jangkung bisa datang ke Mataram memenuhi harapan Sultan Agung untuk menumpas gerombolan jin yang dipimpin oleh Kalawindu yang telah menguasai keraton Mataram. Atas keberhasilan Syeh Jangkung menumpas gerombolan Jin Kalawindu, Sultan Agung bermaksud memboyong Keluarga Besar Syeh Jangkung di Miyono, Pati (termasuk Retna Jinoli) untuk tinggal di Mataram, akan tetapi Syeh Jangkung menolak, karena banginya tinggal di Miyono sebagai petani terasa lebih nikmat jika di jalani dengan ikhlas.
Sementara itu, keberadaan Syekh Jangkung di Miyono terasa sangat mengganggu keberadaan Panti Kudus yang dipimpin oleh Sunan Kudus. Hal ini karena ajaran yang di bawa oleh Saridin dapat membahayakan santri-santri lain pada umumnya. Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya warga (terutama santri) yang berguru ke Miyono menjadikan Sunan Kudus makin gusar.
Kegusaran Sunan Kudus kemudian dibawa ke Kabupaten Pati.
Dengan mengingatkan kembali kejadian lolosnya Saridin dari penjara Kadipaten Pati sampai kejadian gagalnya hukuman gantung yang dijatuhkan kepada Saridin atas tuduhan terbunuhnya kakak ipar Saridin saat memakai pakaian harimau beberapa tahun yang lalu, Adipati Tandanegara termakan oleh masukan Sunan Kudus. Oleh karena itu, diputuskan untuk membubarkan perguruan (baca: pesantren di Miyono) yang diasuh oleh Syeh Jangkung bagaimanapun caranya!
Bagaimana kelanjutan kisah ini? Berhasilkah Sunan Kudus membungkam kehebatan Saridin? Apa hubungannnya dengan Lulang Kebo Landoh? Dan banyak lagi pertanyaan lain yang masih menggantung selama anda belum tuntas mendengarkan cerita ini. Kisah Saridin (Syeh Jangkung) yang demikian melegenda di Kabupaten Pati dan di pesisir utara Jawa Tengah pada umumnya.
ANDHORANTE. Konon, pada masa pemerintahan Sultan Agung, ada kawula Kadipaten Pati yang suka membuat onar. Namanya Ondorante. Kisahnya, Ondorante sering marah dan membubarkan orang-orang yang mau salat di masjid. Beduk masjid di rusak, perempuan-perempuan berjilbab diejek, dilempari batu. Berkali-kali umat Islam di desa melawan, namun selalu kalah karena kesaktian Ondorante sangat tinggi. Bahkan ketika Adipati Mangun Oneng (Adipati Pati) dan Tumenggung Sombo Pradan juga turun tangan, keduanya juga dibuat bertekuk lutut oleh Ondorante.
Akhirnya, peristiwa itu dilaporkan ke Mataram. Sultan Agung mengutus Syekh Makdum Alatas untuk menangani ontran-ontran tadi. Kepada Syekh Makdum dijanjikan, kalau bisa ngrangket Ondorante akan dihadiahi tanah untuk mendirikan pondok pesantren di Sitinggil (desa tempat Ondorante berada). Singkat cerita, setelah mereka bertemu, Syekh Makdum dan Ondorante terlibat perdebatan sengit. Dan karena Ondorante tidak mau menyadari kesalahan, maka terjadilah perang tanding. Hanya, perang tanding itu pun juga tidak menyelesaikan masalah. Sebab, kesaktian mereka seimbang. Keduanya sama-sama teguh tanggon, sama-sama memiliki segudang aji jaya kawijayan sekaligus penangkal.
Ketika sedang silih ungkih itu, tiba-tiba Syekh Makdum sadar, dan ingat pesan almarhum guru. Kemudian dia menghindar dari gelanggang dan menemui muridnya, Klinthing Wesi. Kepada si murid ia berbisik, ‘’Rumangsa lingsem aku ditantang bocah nganti padudon ngrembug bab kapitayan. Awit aku kemutan marang dhawuhe guruku biyen, menawa kapitayanmu iku kapitayanmu, kapitayanku iku kapitayanku…’’ Dengan kesadaran seperti itu Syekh Makdum segera melakukan salat makrifat. Setelah salat ia meninggal dengan tenang tanpa sebab. Konon, setelah dikubur, dari makamnya muncul keris yang dapat mengalahkan Ondorante. Keris tersebut dinamai Keris Kyai Jangkung.
Dalam kisah ketoprak ini diceritakan pula mengapa Ondorante suka marah-marah terhadap orang-orang yang akan salat di masjid. Ia jengkel mendengar azan, yang oleh Ondorante bunyinya dipelesetkan menjadi: ‘’lawa bubar…lawa bubar.’’ Merusak beduk karena jengkel suaranya kok dipercaya, dan membuat orang-orang berdatangan ke masjid untuk salat. Padahal, beduk hanya terbuat dari kulit sapi. Ia juga jengkel kepada perempuan-perempuan berkerudung (berjilbab) karena tidak bisa melihat dan menikmati kecantikannya. Menurut Ondorante, pakai jilbab seperti orang mau ‘’ngundhuh tawon’’. Kalau dionceki, tokoh Ondorante ini jelas menunjukkan tanda-tanda orang bingung. Persis unen-unen Jawa: gudel bingung. Anak kerbau yang nyrudug-nyrudug tak keruan juntrungnya karena tidak tahu dan tidak bisa menyesuaikan diri terhadap situasi kondisi yang dihadapi. Orang bingung sering juga digambarkan seperti ‘’nglangkahi oyod mimang’’. Konon, oyod mimang ada yang mengartikan akar beringin. Namun dalam pandangan lain, oyod mimang adalah akar pohon apa saja yang bentuk dan strukturnya aneh. Ujung akar membentuk belitan berkali-kali dan tidak lagi memanjang seperti lazimnya akar biasa.
Dalam pandangan kejawen, orang bingung digambarkan seperti ‘’kelangan keblat’’. Seluruh sikap perilakunya jadi kehilangan arah, berputar-putar tak tentu tujuan. Mau ke utara, jalannya ke selatan. Mau ke barat, langkahnya menuju timur. Dan celakanya, orang bingung jadi sering bertindak ngawur, ceroboh, grusa-grusu. Persis seperti Ondorante. Orang bingung sama halnya tengah mengalami kegelapan. Menurut kapitayan Jawa, siapa pun yang sedang kebingungan, berada dalam kegelapan, dirundung masalah yang rumit dan pelik, jangan buru-buru bergerak. Dia harus menemukan ‘’pepadhange ati’’ lebih dulu, karena mata tak lagi mampu menembus kegelapan atau masalah yang menyelimuti jiwa raganya. Soalnya, dalam puncak kebingungan, semua jadi jungkir balik. Atas jadi bawah, putih jadi merah! Nah, ketika kebingungan belum teratasi, melakukan apa pun kebanyakan hasilnya akan wurung, sia-sia. Ketika bingung, ora dunung, kemudian berbuat ceroboh sampai kesandhung dan kedlarung, akhirnya tentu hanya penyesalan yang kita rasakan. Dan untuk penyesalan seperti itu, di Jawa sudah ada unen-unen yang menunggu dan siap mengejek terang-terangan: ‘’Keduwung nguntal wedhung.’’ Memang, semua orang pernah bingung, tetapi kebingungan itu perlu dijinakkan lebih dulu sebelum berbuat, sehingga tidak menjadi batu sandungan yang membuyarkan impian dan harapan.
Comments